BuserBhayangkaraTV ||
MINAHASA — Proyek Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat (SPALD-S) di Desa Atep Oki, Kecamatan Lembean Timur, Kabupaten Minahasa, resmi menjelma borok busuk pembangunan. Kontrak bernomor 08/SP-KSM/PUTR-CK/VII-2025 dengan alokasi Rp 450.000.000 dari DAK Fisik Infrastruktur Sanitasi TA 2025 yang dikerjakan oleh TPS KSM Sosolongen, kini dicurigai sebagai panggung nepotisme dan bancakan keluarga penguasa desa.

Alih-alih memberi keadilan, proyek ini melahirkan bilik septik sempit berukuran 120 sentimeter—lebih pantas disebut kandang ayam ketimbang fasilitas sanitasi. Dana hampir setengah miliar rupiah pun dipertaruhkan untuk sebuah hasil yang memalukan dan mencoreng akal sehat publik
Warga desa dengan gamblang menyebut: penerima bantuan MCK hanyalah kerabat dan keluarga Kepala Desa Jeril Lompoliuw. Rumah hukum tua pun kebagian. Bahkan, tukang di lokasi mengaku terang-terangan bahwa istri Kepala Desa yang mengendalikan proyek bernilai ratusan juta itu.

Lalu di mana Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PU-PR) Minahasa yang menjadi pemegang program? Apakah fungsi pengawasan hanya sebatas coretan tinta di atas kertas kontrak? Atau memang sudah bersekongkol membiarkan sanitasi rakyat miskin dipermainkan jadi komedi busuk?
Media mencoba mengonfirmasi Kepala Desa, hasilnya nihil—bungkam seribu bahasa. Sementara Camat Lembean Timur hanya berkelit dengan ucapan kosong: “Proyek itu saya mocek dulu.”

Pernyataan ringan itu justru menohok pertanyaan besar: apakah aparat hukum di Minahasa juga akan ikut-ikutan diam? Jangan sampai polisi dan kejaksaan terjebak jadi “penonton berbayar”, menonton korupsi berjoget di atas penderitaan rakyat tanpa nyali untuk menindak.
Proyek SPALD-S yang semestinya menjadi penyelamat sanitasi, kini terancam dikenang sebagai monumen busuk pengkhianatan dana rakyat. Dari ukuran MCK yang konyol, distribusi bantuan yang tidak adil, hingga kendali proyek oleh istri kepala desa—semua mengarah pada pembusukan birokrasi yang sistematis.

Jika PU-PR Minahasa masih menutup mata, dan aparat hukum terus membisu, maka jelas: sanitasi rakyat telah digadaikan demi kenyamanan perut keluarga penguasa desa.
(Aril Moningka)


Social Header